Membangunkan Macan Asia yang Tengah Terlelap
(Illustration Source: straitstimes.com) |
Pada
saat ini Indonesia tengah memasuki era Revolusi Industri. Era ini ditandai
dengan meningkatnya jumlah penggunaan teknologi diseluruh sektor perekonomian
Indonesia. Hal ini tentu saja mempengaruhi beberapa sektor lainnya, antara lain
sektor perindustrian. Sektor perindustrian telah menjadi salah satu sektor yang
memberikan income terhadap
perekonomian Indonesia. Selain itu, peningkatan jumlah penggunaan teknologi
harus diimbangi dengan sumber daya manusia yang mumpuni. Memasuki era Revolusi
Industri membuat Indonesia berada dalam persaingan global. Hal ini yang
mendorong pemerintah untuk mengundang investor asing agar dapat menciptakan
iklim perekonomian yang baru di Indonesia. Tidak hanya itu, soft skill yang harus dimiliki oleh
setiap tenaga ahli dari Investor asing agar dapat bekerja di sektor
perindustrian ini juga mulai diperhitungkan.
Oleh
karena itu, beberapa pekerja dengan keahlian tertentu mulai didatangkan dari
luar negeri. Hal ini dilakukan agar Indonesia memiliki tenaga kerja yang memang
ahli dibidangnya. Selain itu, pekerja pribumi bisa ‘mencuri’ ilmu dari para
pekerja asing ini. Hal ini dilakukan dengan harapan Indonesia bisa menjalankan
sistem perekonomian tanpa ada campur tangan pihak asing dan menjadi salah satu
negara maju di dunia dimasa yang akan datang. Pemanggilan tenaga kerja asing
ini bukan tanpa biaya dan persyaratan. Ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi
dan dijalankan oleh tenaga kerja asing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya dibidang keimigrasian
dan ketenagakerjaan.
Imigrasi
mempunyai peranan penting dalam menjaga kedaulatan negara Indonesia. Hal ini
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 pasal 1 ayat 1 yang berbunyi,
“Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar Wilayah
Indonesia serta pengawasannya dalam rangka menjaga tegaknya kedaulatan negara”.
Dalam bidang keimigrasian, kedaulatan negara Indonesia ini dicapai pada
pengawasan terhadap orang asing. Tidak hanya itu, kedaulatan negara Indonesia
dalam keimigrasian dapat pula tercapai dengan menerapkan fungsi keimigrasian
melalui pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 yang berbunyi, “Fungsi
Keimigrasian adalah bagian dari urusan pemerintahan negara dalam memberikan
pelayanan Keimigrasian, penegakan hukum, keamanan negara, dan fasilitator
pembangunan kesejahteraan masyarakat”.
Sesuai
dengan fungsi keimigrasian tersebut, pelayanan dan pengawasan keimigrasian ini dilaksanakan
berdasarkan prinsip selektif keimigrasian (selective
policy). Berdasarkan prinsip ini, hanya Warga Negara Asing (WNA) yang dapat
memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan Negara Republik
Indonesia, yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak
bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia. Prinsip ini juga
diterapkan untuk mencegah terjadinya pelanggaran keimigrasian dan/atau tindak
pidana keimigrasian yang mungkin akan dilakukan oleh Warga Negara Asing (WNA)
bahkan Warga Negara Indonesia (WNI) ketika sudah berada di Indonesia.
Dalam
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 10 Tahun 2018, yang dimaksud Tenaga
Kerja Asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di
wilayah Indonesia. Selanjutnya, pada Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018
yang sudah terbit sebelumnya, menerangkan bahwa Tenaga Kerja Asing yang
dimaksud disini adalah Tenaga Kerja yang berasal dari luar negeri dan memiliki
keahlian khusus serta menduduki jabatan tertentu, bukan tenaga kerja asing yang
bekerja sebagai buruh atau TKA Ilegal (Unskill
Worker).
Dilansir
dari laman Petak Norma, ada beberapa fakta hukum dalam Peraturan Presiden Nomor
20 Tahun 2018, yaitu; Pasal 2: Penggunaan TKA dalam jabatan tertentu; Pasal
4 ayat (1): Mengutamakan penggunaan TKI; Pasal 4 ayat (2): Urgensi penggunaan
TKA; Pasal 5: Larangan TKA menduduki jabatan personalia; Pasal 8: Mempersingkat
penerbitan RPTKA menjadi dua hari; Pasal 9: Pengesahan RPTKA menjadi Izin
Mempekerjakan TKA; Pasal 13: Pengecualian penerbitan RPTKA dan menggunakan TKA
dalam keadaan mendesak; Pasal 15: Kewajiban membayar Dana Kompensasi Penggunaan
TKA; Pasal 17: Kewajiban TKA memiliki Visa Izin Tinggal Terbatas untuk Bekerja
(Visa Kerja); Pasal 19: Mempersingkat penerbitan Visa Kerja menjadi dua hari; Pasal
20 ayat (1): Permohonan Vitas menjadi Permohonan Izin Tinggal Terbatas untuk
Bekerja (Itas Kerja); Pasal 21 ayat (1): Penerbitan Itas Kerja diberikan di
Tempat Pemeriksaan Imigrasi; Pasal 21 ayat (3): Itas Kerja bagi TKA maksimal
dua tahun; Pasal 23: Penerbitan Vitas dan Itas menjadi Pendapatan Negara Bukan
Pajak bagi Kemenkumham cq. Ditjen Imigrasi; Pasal 26 ayat (1) huruf a:
Kewajiban menggunakan TKI sebagai Tenaga Kerja Pendamping; Pasal 26 ayat (1)
huruf b: Kewajiban memberikan pelatihan bagi TKI terhadap Jabatan TKA; Pasal 26
ayat (1) huruf c: Kewajiban memberikan pelatihan Bahasa Indonesia bagi TKA; Pasal
27: Alih teknologi dan keahlian dari TKA ke TKI; Pasal 33: Kewajiban Pengawasan
TKA oleh Kemenaker, Disnaker, dan Ditjen Imigrasi (M.Alvi Syahrin, 2018: 23)
Dilihat dari fakta hukum diatas,
meskipun peraturan ini menitikberatkan kepada tenaga kerja asing, namun
urgensinya tetap mengacu kepada tenaga kerja Indonesia. Selain itu, penerapan
Peraturan Presiden ini bertujuan untuk menyederhanakan prosedur bagi Tenaga
Kerja Asing dengan keahlian tertentu dan akan menduduki jabatan di perusahaan
asing yang ada di Indonesia, bukan memberikan kesempatan kepada Tenaga Kerja
Ilegal atau Unskill Worker. Kemudahan
yang diberikan bagi TKA dalam Peraturan Presiden tersebut yaitu, penggunaan TKA
untuk pekerjaan bersifat darurat dan mendesak, pemberi kerja dapat
mempekerjakan TKA dengan mengajukan permohonan pengesahan rancangan penggunaan
TKA paling lama dua hari kerja setelah mereka bekerja, Perpres juga mewajibkan
TKA memiliki visa tinggal terbatas (VITAS) dengan batas paling lama dua tahun
dan dapat diperpanjang sesuai peraturan. Visa tinggal terbatas berfungsi
sebagai permohonan Izin Tinggal Sementara (ITAS). Proses permohonan VITAS dan ITAS
dapat dilakukan perwakilan Indonesia di luar negeri yang menjadi perpanjangan
Direktorat Jenderal Imigrasi. Setiap TKA yang bekerja lebih dari enam bulan di
Indonesia wajib terdaftar dalam jaminan sosial ketenagakerjaan atau polis
asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum Indonesia.
Hal ini
semata-mata dilakukan dalam rangka menyelamatkan sektor perindustrian Indonesia
yang kekurangan sumber daya manusia dengan keahlian tertentu agar selaras
dengan iklim perekonomian mancanegara. Namun, jika Tenaga Kerja Asing diberikan
kemudahan, maka investor asing juga harus diberikan kemudahan untuk akses
masuk, tentunya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terkait permasalahan
Tenaga Kerja Asing Ilegal, terdapat indikasi berupa penyalahgunaan Bebas Visa
Kunjungan yang dilakukan oleh beberapa negara, salah satunya RRC. Berdasarkan
data dari Direktorat Jenderal Imigrasi Tahun 2017, terdapat 1.992 Warga Negara
Tiongkok yang dideportasi atas penyalahgunaan Bebas Visa Kunjungan. Hal ini
membuktikan bahwa tidak ada kaitan antara Unskill
Worker dengan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018. (M. Alvi Syahrin,
2018: 24).
Selanjutnya,
berbicara mengenai kemudahan yang didapatkan oleh Tenaga Kerja Asing, pada
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Tahun 2018 Pasal 8
disebutkan bahwa Pemberian Izin Tinggal Terbatas dilaksanakan pada Tempat
Pemeriksaan Imigrasi tertentu. Kemudian pada pasal 9 dijelaskan pemberian Izin
Tinggal Terbatas oleh Pejabat Imigrasi berupa Tanda Masuk berbentuk stiker yang
memuat data Tenaga Kerja Asing sekaligus Izin Tinggal Terbatas dan Izin Masuk
Kembali. Hal ini sedikit menyalahi aturan yang ada. Karena Pada Peraturan
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Tahun 2018 tentang Organisasi Tata Kerja
Kantor Imigrasi pasal 23 dan 24 menjelaskan bawah Bidang Tempat Pemeriksaan
Imigrasi mempunyai tugas melaksanakan pengoordinasian, pengawasan, evaluasi,
dan pelaporan perlintasan keimigrasian dengan fungsi yaitu, penyusunan rencana,
pengoordinasian, pengawasan, evaluasi, dan pelaporan perlintasan keimigrasian;
pemeriksaan dokumen keimigrasian; pemberian tanda masuk dan tanda keluar; dan
penolakan pemberian tanda masuk dan tanda keluar.
Kemudian,
pada pasal 12 dijelaskan bahwa pelayanan izin tinggal merupakan tugas dari
Bidang Dokumen Perjalanan dan Izin Tinggal. Selain itu, hal ini terkesan kurang
efektif karena TPI di Indonesia sering mengalami gangguan kesisteman. Selain
itu, masih banyak TPI yang terletak di daerah perbatasan. Hal ini tentunya akan
menyulitkan pengawasan keimigrasian di daerah tersebut. Tidak hanya masalah
sistem, kurangnya jumlah Pejabat Imigrasi di TPI masih menjadi salah satu
kendala yang berarti. Apabila tugas TPI ditambah, maka perlu dipertimbangkan
kembali jumlah Pejabat Imigrasi yang ada disana.
Negara
Indonesia memang terkenal dengan negara hukum. Tidak heran jika peraturan
perundang-undangan sering mengalami amandemen menyesuaikan dengan dinamika
kehidupan sosial dimasa sekarang. Namun, fokus pemerintah selama ini cenderung
hanya kepada perubahan peraturan. Bukan memperbaiki atau memperbaharui
kesisteman yang ada.
Tanpa perlu
melihat jauh, negara Singapura memiliki inovasi yang baik dalam bidang
teknologi keimigrasian. Salah satunya pembuatan dokumen perjalanan dengan
teknologi canggih. Sistem ini dikenal dengan nama i-collect yang diluncurkan oleh ICA (Immigration and Checkpoints Authorithy of Singapore) Dengan
teknologi ini, pemohon paspor tidak perlu berhadapan dengan birokrasi yang
berbelit-belit, yaitu cukup dengan
memasukkan formulir, melakukan pemindaian kartu pengenal, pemindaian biometrik,
dan pembayaran langsung terhadap sistem. Singapura berhasil mengembangkan
teknologi pembuatan dokumen perjalanan dengan kisaran waktu pencetakan lima
menit. Hal ini merupakan pelayanan keimigrasian satu pintu atau yang biasa
dikenal dengan One Door Service.
Inovasi yang berhasil diciptakan oleh Singapura ini tentunya lebih praktis dan
dapat memberikan kemudahan terhadap masyarakat (Ridwan Arifin dalam Kuliah Bahasa
Inggris Politeknik Imigrasi).
Apabila
Indonesia dapat menerapkan hal yang sama, berupa pembaharuan teknologi
keimigrasian dalam pembuatan dokumen perjalanan, bukan hal yang mustahil iklim
perekonomian yang ramah bagi tenaga kerja asing akan semakin menarik minat para
investor asing untuk dapat mengembangkan sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Hal ini semata-mata dilakukan untuk mempersiapkan Indonesia menghadapi era
Revolusi Industri, membangunkan Macan Asia yang tengah terlelap. Memberikan
kemudahan kepada tenaga kerja asing merupakan hal yang sah-sah saja. Namun,
apakah perubahan kebijakan selalu diperlukan?
0 Response to "Membangunkan Macan Asia yang Tengah Terlelap"
Post a Comment